Thea menyesal berpikir seperti itu.
Sebab sekarang, di saat ia seharusnya merasakan euphoria sehabis acara besar sekolah, ia justru dihadapkan dengan rasa kecewa.
Acara telah berakhir lebih dari satu jam yang lalu, dan Pierre malah sibuk bercanda tawa dengan teman-temannya. Dari kejauhan, sang gadis berdiri dengan tangan yang disilangkan di depan dada, memandang laki-laki tersebut dengan tatapan kosong.
Ia kembali memutar momen-momen apa saja yang terjadi pada malam itu. Waktu apa saja yang kembali memunculkan pikiran bahwa, ‘This is it. He’ll ask me to be his girlfriend.’.
Satu, di saat tangan mereka bersentuhan dan Pierre menggunakan kesempatan tersebut untuk menautkan kelingking mereka. Dengan lagu ‘Siapkah Kau ‘Tuk Jatuh Cinta Lagi’ berkumandang memenuhi seluruh area sekolah, Pierre menatapnya dengan penuh kelembutan.
Meski bibir ini tak berkata Mungkin berarti ku ‘tak merasa Ada yang berbeda di antara kita
Tautan mereka berganti dari sekedar kelingking menjadi seluruh jari. Pierre mengayunkan genggaman mereka, following the beat of the song. Masih dengan tatapan yang tidak terlepas, bibir sang laki-laki ikut menyanyikan setiap kata dengan tersenyum.
Dan tak mungkin ku melewatkanmu Hanya karena diriku tak mampu untuk bicara Bahwa aku inginkan kau ada di hidupku
Kata-kata yang mengikuti tidak disenandungkan oleh Pierre, tetapi matanya tetap tidak berpindah. Di saat itulah, Thea berpikir, ‘this is it’.
Tetapi senyumnya jatuh ketika Pierre malah melepaskan tautan tangan mereka demi memberikan tepuk tangan pada akhir lagu.
Okay… berarti bukan…
Dua, di saat suasana menjadi lebih sunyi seiring semua orang bernyanyi sepenuh hati pada lagu ‘Pelangi’.
Tetaplah engkau di sini Jangan datang lalu kau pergi
Thea tidak dapat menahan keinginannya untuk menatap Pierre pada bagian lirik tersebut. Berharap sang laki-laki menyadari bahwa hatinya ingin menyampaikan kata-kata yang sama.
Pierre menolehkan kepalanya ke samping dan kembali memberikan sebuah senyuman yang hangat. “Gua boleh rangkul lu, gak, Te?” tanyanya.
Setelah menerima persetujuan melalui anggukan, tangan Pierre perlahan memegang bahu Thea dengan lembut. Membuat hati keduanya berdegup dengan lebih kencang.
Mata mereka masih bertautan, mengapresiasi satu sama lain seakan malam itu merupakan kesempatan terakhir untuk mereka bertemu.
Itu lah kedua kalinya benak Thea kembali berbisik, ‘this is it’.