Pada cermin di depannya, Thea dapat melihat seorang gadis dengan wajah yang berseri. Pipinya merah merona, bibirnya dipoles dengan cantik, penampilannya benar-benar berbeda dari Thea yang biasa.
Malam itu, sang gadis memutuskan untuk menaruh lebih banyak perhatian pada pakaian dan wajahnya. Berintensi untuk terlihat lebih bersinar demi dirinya sendiri dan demi seorang laki-laki.
Sejenak, ia mengeluarkan sebuah tawa kecil. Mengingat bagaimana empat bulan yang lalu, yang ada dalam pikirannya hanyalah belajar, mie titi, dan belajar. Tak sekalipun terlintas ide tentang sebuah cerita romansa pada masa remajanya.
Well, here she is. Dressed in a pretty, yet simple white long-sleeved shirt. Accompanied by her favorite checkered pants and a small black bag to complete her look, waiting for a certain boy to show up in front of her door.
Thea tersenyum melihat penampilannya di cermin. Hatinya berharap bahwa Pierre akan memberikan reaksi yang sama ketika sang laki-laki menjemputnya sore itu.
Suara bel yang berbunyi membuat tubuh Thea terlunjak, jantungnya berdegup sedikit lebih kencang.
She wondered how Pierre will look that day. Her stomach churns at the thought of Pierre in a dreamy outfit.
Setelah mengucapkan salam kepada kedua orang tuanya, Thea segera berjalan dengan cepat menuju pintu depan. Ketika celah antar pintu semakin membesar, kedua alisnya langsung terangkat pada pemandangan yang menyambutnya.
Pierre, dengan senyum khasnya yang tidak akan pernah bosan Thea lihat, berdiri dengan satu tangan dimasukkan ke dalam kantung celananya.
His outfit were nothing too extravagant. Just a simple plain white t-shirt with a light blue sweater draped over it, completed with his favorite ripped jeans.
Three simple clothing pieces and it managed to leave Thea in an awe.
Namun, yang juga berhasil menangkap atensi sang gadis pada sore itu adalah sebuah balon yang digenggam erat oleh tangan kanan Pierre.
“Selamat sore, ibu Altheaaa! Ada paket nih,” seru Pierre sembari mengangkat balon berbentuk anjing tersebut mendekati pandangan Thea.
“HAHAHA. Itu darimana, Piii? Sumpah random banget,” tanya Thea. Sang gadis menggelengkan kepalanya kecil sembari mengeluarkan suara tawa.
Kakinya mulai berjalan mendekati Pierre dan membuka pagar yang membatasi mereka.
“Karna lu belum boleh pelihara anjing, jadi gua kasih lu balon anjing untuk saat ini. Belum gua namain, Teee! I was hoping lu aja yang kasih nama. Ya iya sih kan anjing lu ya… stupid me hehehe.”
Thea tidak dapat menjelaskan betapa ia ingin memeluk Pierre saat itu juga. Hatinya terasa ingin keluar dan menari-nari dengan bebas demi melampiaskan rasa yang tidak bisa ia dijelaskan.
Perasaan yang hanya ia dapatkan ketika ia bersama Pierre.
“Thank you HAHAHA,” balas Thea. Tangannya perlahan mengambil balon tersebut dari genggaman Pierre.